Tuesday, January 22, 2013


Kisah Nyata Cinta Sejati B.J Habibie – Alm Ainun Habibie


Berawal setelah pulang kantor kemarin malam, niat hati mau mengerjakan tugas-tugas kantor sesampainya saya di rumah. Ternyata isi otak tidak sinkron dengan kebutuhan hati saya untuk memuaskan diri dengan program televisi yang saat itu sedang menayangkan  “MATA NAJWA”. Saya tinggalkan notebook penuh dengan rangkaian executive summary dan grafik
Kali ini, program televisi tersebut membahas tentang kisah cinta antara mantan presiden B.J. Habibie dan ibu Ainun Habibie dengan topik *separuh jiwaku pergi*. Dimulai dengan percakapan mengenai masa-masa pasca B.J. Habibie ditinggal oleh sang almarhumah (baru adegan ini, saya sudah meneteskan air mata huahh)
Dalam 48 tahun 10 hari kami bersama,tak pernah kami berpisah..
Saya tidak pernah menyangka ada perasaan yang sehebat ini„,tapi sekaligus perih juga…
Saya tidak pernah bayangkan akan kehilangan seperti ini…
Tapi saya yakin„walaupun separuh jiwa saya serasa pergi„
tapi Ibu tetap tinggal di dalam ini (sambil menepuk dada)
Setiap saya memejamkan mata„
saya merasa bisa melihat Ibu di setiap ruangan ini..”
Kata kata selanjutnya yang beliau lontarkan diucapkan sedemikian rupa agar beliau bisa tegar tanpa separuh jiwanya..
“Aku ingat lekat sepasang mata dan senyumannya,
kini aku merasakan bayang matanya menghilang perlahan – lahan.
Itu masalahku, dan harus kuatasi itu.
ibu memang sudah pergi, tapi dia tidak pernah pergi dari hati saya”
jika kamu punya rencana masa depan,
saya tidak punya hak untuk tidak menjunjung tinggi rencana dan harapan masa depan kamu itu.”
(emmm…agree with him..love is supporting each other to achieve more)


Pertemuan mereka diawali dari masa kecil mereka saat menduduki bangku SMA, mereka adalah dua bintang kelas yang sangat populer di sekolah. Akan tetapi, saat itu bu Ainun adalah jagoan sekolah yang terkenal agak tomboy sedangkan pak Habibie (atau Roy, panggilan masa kecil beliau) adalah sosok yangterkenal jago bidang saintis sedari duduk di bangku sekolah. Guru mereka dahulu sering menjodohkan mereka berdua, akibat prestasinya yang tinggi di sekolah. Tapi hal ini hanya dianggap lintas lalu oleh Roy.
Bu Ainun sedari dulu memang primadona sekolah akan tetapi, hal tersebut tidak menggetarkan hati Habibie remaja untuk mendekatiya. Sepulang dari luar negeri untuk menempuh pendidikan, pak Habibie baru muali menyadari pesona bu Ainun, saat bermain ke rumah temannya yang kebetulan adalah kakak dari bu Ainun.
Beliau tiba-tiba melihat Ainun sedang memakai pakaian kasual kaos dengan celana jins, hal ini membuat Habibie terperangah dan beliau berkata
“Ainun, mana mungkin gula merah menjadi gula pasir?”
(Hal ini memperlihatkan tercengangnya beliau melihat Ainun  yang telah menjadi gadis remaja dewasa yang cantik).
kisah ini berlanjut hingga akhirnya mereka dipertemukan menjadi satu di pelaminan. Kata-kata yang saya ingat dari pak Habibie adalah
Trimakasih ya Allah Engkau lahirkan aku untuk Ainun,dan Ainun untuk saya.
Trimakasih ya Allah Engkau pertemukan aku dengan Ainun,dan Ainun dengan saya….
Sepanjang episode ini saya benar- benar menitikkan air mata. Ternyata ada juga kisah cinta antara manusia yang dilandasi rasa cinta murni seperti kisah pak Habibie dan bu Ainun.
Akhir dari posting saya kali ini saya akan menampilkan puisi dari pak Habibie saat melepas kepergian jenazah bu Ainun….

Surat terakhir B.J.Habibie untuk Alm. Ainun Habibie …..
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya,
dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang,
rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
BJ.HABIBIE

Monday, January 21, 2013


Habibie & Ainun : lelaki bersinar dan perempuan disampingnya.


“Behind every successful man is a woman” Pepatah tersebutlah yang paling cocok untuk menggambarkan intisari pesan yang ingin disampaikan oleh satu buah buku yang ditulis oleh B.J. Habibie: Habibie & Ainun.
Melalui buku ini, pembaca akan mendapatkan gambaran lengkap mengenai kehidupan Habibie dan kehadiran serta sang istri tercinta di dalam kehidpannya. Masa-masa mereka berpacaran, menikah, merantau di Jerman, hingga berkarya di Indonesia; semuanya diceritakan dengan singkat namun lengkap.
Selain bercerita mengenai cinta mereka, buku ini juga tentu saja diwarnai dengan tiga hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dua pribadi yang  telah manunggal dalam jiwa, roh, batin dan nurani sepanjang masa, sampai akhirat ini, yaitu: iptek, nasionalisme, dan kehidupan agamis.
Ainun, sebagai tokoh sentral dalam buku ini, sepanjang hidupnya telah sukses menjadi istri dan ibu yang baik. Tidak hanya itu, dukungan dan cintanya kepada Habibie diwujudkan dalam bentuk mendukung visi dan passion yang dimiliki suaminya untuk ikut aktif membangun negeri. Tanpa mengeluh dan protes, dirinya selalu sabar di dalam menemani dan mendukung suaminya kemanapun suaminya pergi. Dirinya adalah sosok yang rendah hati, selalu tersenyum, mandiri, penuh kasih sayang dan juga peduli. Tidak heran apabila dirinya merupakan inspirasi dan semangat yang tidak pernah padam bagi Habibie, bahkan ketika dirinya sudah tidak bersamanya lagi secara fisik di dunia.
Pasangan Habibie-Ainun disebut-sebut sebagai Romeo & Juliet masa kini. Saling setia hingga maut memisahkan–yang menjadi pesan utama kisah Romeo & Juliet–telah diintepretasikan oleh pasangan ini sebagai sikap saling mencintai, menyayangi, mendukung, memahami, memiliki dan kemanunggalan yang tidak pernah terhenti oleh batas ruang dan waktu. Sungguh merupakan bentuk nyata  cinta yang mendatangkan inspirasi dan layak menjadi panutan semua orang.
Namun ketika itu, saya tidak mampu lagi menahan emosi dan kesedihan saya, karena bingung. Saya bingung karena janji yang saya  pernah berikan kepada Ainun untuk selalu mendampinginya di manapun ia berada. Bagaimana kriteria berada “di bawah satu atap” dapat saya penuhi? Saya memanjatkan doa kepada Allah SWT dan memohon petunjukNya. Apakah saya segera ikut saja ke liang kubur? Bagaimana caranya? Dalam keadaan ketidakpastian, kebingungan dan sedih saya menangis.
“Ainun, jiwa, roh, batin dan nurani kita sudah manunggal dan atap kita bersama adalah langit alam semesta. Karena itu Ainun tetap berada di samping saya dan saya di samping Ainun, di mana saja kami sedang berada sepanjang masa.”
Manunggal, pada akhirnya itulah kata yang tepat untuk menggambarkan secara utuh kehidupan bersama mereka selama 48 tahun 10 bulan, dan juga kebersamaan mereka kini hingga seterusnya meski sudah tidak satu alam dan dimensi.

Selasa malam 30 November ini, Bacharudin Jusuf Habibie meluncurkan buku “Habibie & Ainun” yang disebut sejumlah kalangan sebagai buku tentang cerita cinta abadi dua anak manusia. Kehidupan penuh cinta pasangan Habibie dan Hasri Ainun memang bisa menjadi bahan ajar menarik untuk keadaan sosial kini yang terlalu dimabuk kabar selingkuh, cerai, sensasi syahwat dan birahi.
Mereka menguak kisah cinta sejati dan kesetiaan yang membangkitkan takjub, selain menjadi cermin kepada siapa keluarga-keluarga berkaca. Kesetiaan tiada koma dari sang ilmuwan cemerlang kepada istrinya itu, telah menegaskan bahwa cinta abadi itu ada.
Ketulusan cinta Habibie-Ainun dan keromantisan mereka mungkin seindah kuasa cinta yang membalut perjalanan kasih Roro Mendut dan Pronocitro, Laila dan Majnun, Mumtaz Mahal dan Shah Jehan, Guinevere dan Lancelot, Scarlett O’Hara dan Ashley Wilkes, atau pasangan dalam roman-roman lainnya.
Tentu saja kisah cinta Habibie-Ainun tak setragis kisah dalam roman-roman itu. Freddy Mercury, vokalis band legendaris Queen, hanya bisa bersenandung cinta sejati dalam lagunya, “I was born to love you/With every single beat of my heart// Yes, I was born to take care of you/Every single day of my life// You are the one for me/I am the man for you// You were made for me//
Habibie juga melantunkan kidung amor seperti Freddy, dengan berkata, “Ainun tercipta untuk saya, dan saya tercipta untuk Ainun.” Tapi Habibie lebih dari itu, karena untaian syair indah itu dia terjemahkan dalam laku keseharian kepada sang pasangan hati.
“Cinta mereka tidak pernah berkurang, justru terus bertambah,” kata buah hati mereka, Thareq Kemal Habibie, kepada satu televisi nasional beberapa waktu lalu. Mereka melihat satu sama lain secara mendalam, tak hanya dari eloknya paras, indahnya lekuk tubuh atau merdunya suara. Sebaliknya, mereka memaknai wajah mereka sebagai nilai-nilai dari mana keluarga harmonis ditata
Mereka seolah melanggamkan puisi pujangga besar William Shakespeare, “Di wajahmu Aku lihat kemurnian, kebenaran, dan kesetiaan.” Di tengah dunia yang dibalut glamor, seksualitas ekstrem, pemujaan benda, dan pernikahan berimamkan nafsu, dua sejoli itu mempertontonkan cinta sejati yang mempesona nan menggetarkan.

Cinta sejati
Kesetiaan Habibie mengingatkan pada salah satu kisah kasih agung di era modern, antara dua ilmuwan brilian, Pierre Curie dan Marie Sklodowska Curie. Sebagaimana Habibie dan Ainun, Pierre dan Marie dipersatukan oleh cinta. Keduanya tak saling mencari untung, tak pula saling menuntut, apalagi memanipulasi kelebihan, pencapaian dan kedudukan pasangannya. Mereka bersenyawa menjadi ekajiwa dwitubuh karena menganggap satu sama lain sebagai belahan jiwa.
Pesona cinta memang menyentuh kalbu semua orang, dan manakala itu merasuk pada dua anak manusia yang ikhlas berbagi rasa dan dipersatukan oleh ketertarikan sama, maka hidup menjadi lebih berbunga. Itulah yang dirasakan Marie dan Pierre, dan mungkin pula dinikmati Habibie dan Ainun, serta semua pasangan sejiwa lainnya. Adalah kecerdasan dan ketekunan Marie yang membuat Pierre jatuh hati. Setelah beberapa kali gagal dipinang Pierre, perempuan Polandia itu menerima cinta Pierre dan berlanjut ke pernikahan pada 1895. Pernikahan itu kian menyatukan mereka, hingga bermitra demi sains.
Masa-masa sulit berhasil mereka lalui, karena mereka selalu berbagi, saling mengisi dan merasa saling membutuhkan. Sukses akhirnya mereka capai pada 1898 setelah menemukan polonium dan radium. Untuk upayanya itu, mereka, bersama Antoine Henri Becquerel, dianugerahi Nobel Fisika pada 1903.
Hidup Marie berantakan setelah Pierre meninggal dunia pada 1906. Tapi, cintanya yang tak pernah padam pada suami, membuat Marie bangkit menapaki jalan yang diretas belahan jiwanya untuk menjadi profesor fisika dan meraih lagi Nobel kimia pada 1911. Namun, di tengah kesuksesan itu, Marie tetap merindukan Pierre. Marie merasa dia adalah Pierre, dan Pierre adalah dia. Pada 1934 Marie menyusul Pierre ke alam baka karena leukemia.
Seperti Marie, Habibie juga amat kehilangan belahan jiwanya, seolah setengah hatinya terenggut. Habibie mengatakan tak akan melewatkan sehari pun berziarah dalam masa 40 hari setelah wafatnya sang istri. Sungguh satu ungkap kesetiaan mendalam dari seorang pecinta sejati.
Habibie seolah mendeklamasikan puisi pujangga besar Persia, Jalaluddin Rumi, “Aku mungkin bisa menutup bumi dengan taburan melati/ Aku dapat saja memenuhi samudera dengan tangisan/ Aku bisa saja mengguncang surgawi dengan pepujian/ Tapi tak satu pun dari semua itu dapat meraihmu.”

Ideal
Habibie-Ainun adalah gambaran otentik mengenai wujud doa setiap pasangan nikah untuk hadirnya keluarga harmonis yang dibalut kesetiaan. Habib Ali Almuhdar, guru mengaji Keluarga Besar Habibie, berkata, “Keluarga Habibie adalah keluarga sakinah mawaddah warohmah.” Artinya, keluarga itu senantiasa diliputi kasih sayang dan menjalankan perintah Tuhan sehingga selalu dilimpahi rahmat-Nya.
Habibie-Ainun, serta keluarga-keluarga lain seperti mereka, merekatkan ikatan keluarga di atas fondasi saling menyadari dan mengakui perbedaan-perbedaan mereka. Mereka bersatu menjadi dua belahan jiwa yang bersenyawa dalam satu tubuh di mana sang perempuan menutup ketaksempurnaan emosi pria, sebaliknya kesenjangan nalar pada perempuan ditutup sang pria. Jika keadaan itu membawa keutuhan kepada keduanya, maka kebersamaan mereka adalah perkawinan sejati antardua sejiwa sehati.
Mengutip para pakar spiritual, tatkala jiwa-jiwa seperti itu menyatu, pikiran-pikiran tentang seks tak lagi dominan. Sebaliknya, makin dominan persatuan seks, makin hambar sebuah persenyawaan spiritual. Jika persenyawaan spiritual itu kian kuat, maka dua jiwa itu kian rapat menyatu. Inilah level di mana perkawinan sejati antardua belahan jiwa telah tercipta, sebagai mana Tuhan rencanakan untuk setiap manusia.
-dikutip dari http://afkaridiskon.blogspot.com/2011/04/habibie-dan-ainun.html-
Diary atau buku harian adalah sesuatu yang pernah kuakrabi pada jaman SMP SMU dulu. Segala hal tentang peristiwa hidupku kutuliskan dengan sangat detail dalam buku harian tersebut. Bisa dibilang, buku harian telah menjadi saksi akan adanya kesedihan, kebahagian, peristiwa baik, peristiwa buruk, hal-hal yang kadang memalukan, dan berbagai macam perasaan yang terendap di jiwa dan hati ini.
Aku sebenarnya tidak mengerti mengapa kebiasaan menulis di buku harian ini bisa terbentuk pada diriku. Padahal, menulis di buku harian biasanya jamak dilakukan oleh kaum wanita yang katanya cenderung mengandalkan perasaan dalam bertindak. Apa mungkin karena aku adalah pribadi yang agak tertutup sehingga segala sesuatu lebih nyaman aku curahkan lewat tulisan ketimbang harus mengungkapkannya kepada orang lain? Entahlah. Bisa jadi benar dan menjadi jawaban serta alasan yang cukup kuat dari pertanyaanku itu.
Karena buku harian ini sifatnya pribadi, yang tidak hanya berisi catatan putih tetapi juga tentang hitam kelam kehidupan, maka aku menyimpannya dengan amat rahasia. Tidak kubiarkan orang lain menemukannya apalagi sampai menjamahnya (karena bisa bahaya kalau buku harian tersebut terbaca orang, perasaan malulah yang bakal kutanggung). Sempat juga mengikuti saran dari sebuah artikel di majalah untuk menuliskan hal-hal baik saja di buku harian tersebut. Tapi lagi-lagi itupun tidak berhasil. Aku kembali pada kebiasaan pola lamaku.
Sampai akhirnya kuputuskan (dengan berat hati) untuk mengakhiri saja perjalanan buku harian ini. Dan kupikir, ini lebih baik daripada nantinya bisa menjadi bumerang dikemudian hari. Dengan tekad yang bulat, kurobek-robek buku harian tersebut lalu kubuang kedalam tong sampah. Selesai dan akupun lega.
Lama aku vakum dari kegiatan tulis-menulis. Ada semacam kerinduan, tapi bingung mau menyalurkannya dimana. Sampai akhirnya aku menemukan media yang tepat, yaitu blog. Dengan berbekal pengetahuan yang minim, aku mempelajarinya. Perlahan aku mulai memahami seni dari kegiatan menulis di blog ini. Dan yang pasti, tulisanku di blog ini tidak akan berisi sesuatu yang mengumbar keekstremen hidup seperti yang pernah aku tulis dalam buku harian.
Sekarang aku harus bertanggung jawab dengan tulisan yang aku buat. Karena ketika aku memutuskan untuk menulis sesuatu dan mempublishnya di blog berarti aku telah tahu konsekuensinya, yaitu bahwa semua orang (yang terhubung dengan koneksi internet) memiliki akses untuk membaca tulisan tersebut. Dan hak semua orang pula untuk berkomentar, baik itu kritik, saran, pujian atau makian sekalipun.
Okelah. Sebagai perpisahan, aku ucapkan selamat tinggal pada buku harian. Terima kasih karena telah menjadi bagian dari kehidupanku.

di kutip dari http://ifanjayadi1980.wordpress.com/2010/07/28/selamat-tinggal-buku%C2%A0harian/

bukuharian ku ini launching tanggal 22 januari 2013 semoga bermanfaat,,,